Bali staycation : 2017 with cousins
Tepatnya sekitar bulan Agustus tahun lalu (2017), kita ber-6 yang merupakan saudara se-persepupuan nekat buat rencanain kabur ke Bali dengan kongkalikong lewat chat whatss app. Kurang lebih beli tiket Surabaya-Bali sekitar 3 mingguan sebelum berangkat lewat traveloka.
Ceritanya sih karena kita udah pada dewasa, berpenghasilan, dan kenapa enggak kita ngerencanain nge-trip yang agak jauhan dikit. Hehehehehe. Dan ini juga first trip kita yang akhirnyaaaaaa diijinkan buat pergi jauh setelah sebelumnya alot masalah perijinan orang tua masong-masing.
Oh ya, yang pengen baca tentang Ubud staycation 2018 ada disini.
Kita menginap di Hotel Harris Sunset Road daerah Jalan sunset road, Kuta, menyewa satu connecting room yang terdiri dari 2 kamar dengan 1 ruang keluarga di tengah plus ada bonus jacuzzi di bagian outdoornya.
Untuk mobile, kita menyewa 1 unit mobil avanza yang sangat-super-sederhana dengan harga Rp 200.000/hari - nya. Dengan keadaan rem yang gak seberapa cakram, AC yang suaranya udah macem orang goreng tahu yang dagang pinggir jalan kalo di maksimalin anginnya, dan lagi kaca mobil yang gak bisa dibuka. BAGUUUUUSS !!!!
HARI PERTAMA, 07 Agustus 2017
( Airport - Hotel - Uluwatu Temple - Jimbaran beach dinner )
Harris Hotel & Residenced Sunset Road
( Airport - Hotel - Uluwatu Temple - Jimbaran beach dinner )
Harris Hotel & Residenced Sunset Road
Jalan Pura Mertasari Sunset Road
Badung, Kuta, Bali
Range price : Rp1.000.000/night (no breakfast)
Tujuan pertama kita adalah Pura Uluwatu Temple yang ada di Pecatu dengan maksud mengejar pertunjukan Kecak dance. Sayangnya waktu tiba disana pertunjukan sudah dimulai dan tiketpun juga sudah habis. Karena bulan Agustus adalah bulan-bulannya negara Australia memasuki musim dingin dan Indonesia lagi puanas-panasnya especially Bali, jadi gak heran deh kalo Bali jadi lautan bule.
Generasi menolak tua |
Pura Uluwatu Temple
Jalan Raya Uluwatu, Desa Pecatu, Badung, Bali
Tiket masuk : Rp 20.000/orang (turis lokal)
Tiket masuk tari kecak : Rp 100.000/orang (turis lokal)
Gak ada lagi yang bisa kita lakuin selain nikmatin suasana sambil nungguin sunset, karena kebetulan uluwatu berada di paling atas dataran pulau Bali, jadilah kita hanya bisa menikmati hempasan ombak dari atas tebing. Sambil foto-foto norak tentunya.
Uluwatu temple sendiri sebenarnya adalah sebuah pura yang ada di daerah Uluwatu, jadi untuk memasukinya pun kita ditawarkan (wajib) untuk memakai selendang yang dijadikan sarung untuk para pengunjung yang kebanyakan memakai pakaian yang agak kurang sopan. Pura juga merupakan tempat beribadah yang dimana itu adalah tempat suci pastinya, seperti ketika kita memasuki masjid yang harus memakai pakaian tertutup.
Selain pura dan segala bangunan artistiknya, ada pertunjukan tari kecak yang menarik wisatawan dengan tenggelamnya matahari sebagai backgroundnya. Kebetulan sudah dua kali aku berkesempatan melihatnya di tahun-tahun sebelumnya. Dan menurut aku wajib banget ke Bali mampir ke sini dan nonton pertunjukannya.
Uluwatu temple sendiri terletak di hutan lepas dimana banyak sekali monyet berkeliaran. Jadi harus banget berhati-hati dengan barang bawaan. Pengalaman aku sebelumnya ketika pergi bersama Ibu negara, kacamatanya sukses di gigitin sama kumpulan monyet yang tiba-tiba datengnya grombolan.
Karena merasa udah gak ada yang bisa dilakuin lagi, akhirnya kita memutuskan untuk pulang. Dan seperti yang sudah aku bilang bahwa Agustus adalah puncak padatnya Pulau Bali, jadilah macet semacet macetnya.
Tempat selanjutnya adalah makan. Udah macem banyak duit aja kita sok-sok an makan di Jimbaran. Yang jelas apalagi kalau bukan menu seafood, yang kebetulan aku sendiri bukan pecinta seafood.
Banyak seperti yang kita ketahui bahwa Jimbaran adalah tempat makan yang berada di pantai Jimbaran Kuta yang kalau malam hari makannya di pinggir pantai dengan beralaskan pasir dan hembusan angin pantai yang bikin masuk angin. Dan lagi-lagi, RAME !!!
Setelah makan kenyang, kita menuju ke airport untuk jemput sepupu kita yang kebetulan pagi harinya sidang skripsi, jadi baru bisa nyusul di malam harinya. Dan kembali ke hotel alias badan udah pegel.
******
HARI KEDUA, 08 Agustus 2017
( Ubud - Blanco museum, Bukit Campuhan, Pasar Seni, Lunch )
Foto dulu sebelum jalan hehehe |
Museum Blanco Ubud
Jalan Raya Penestanan No. 8, Sayan, Ubud, Gianyar, Bali
Open : 09.00 - 17.00Telp : (0361) 975502
Tiket masuk : Rp 30.000
Pilihan destinasi kita kali ini adalah Ubud karena beberapa dari kita penasaran dengan Ubud yang jauh dari pantai dan segala keramaiannya. Tapi jangan salah, di bulan Agustus, gak ada tuh kata-kata sepi untuk Bali biarpun sejauh Ubud sampai kintamani sekalipun.
Museum Blanco Ubud menjadi tempat tujuan kami di Ubud karena penasaran dengan isinya dan seni lukisannya, walaupun agak sedikit membosankan karena agak sedikit gelap tanpa penerangan lampu yang menyorot lukisan. Mungkin bagi para pecinta seni lukis, kalian wajib banget mampir kesini, dan galeri-galeri lukisan lainnya yang ada di Ubud dari beberapa seniman lukis ternama, yang juga tidak kalah bagusnya lagi.
Untuk lebih jelasnya aku tidak akan menjelaskan seluk beluk tentang pelukis yang bernama lengkap Antonio Blanco ini, melainkan aku lebih suka memaparkan tentang suasana di areal museum.
Yang aku suka dari area museum ini adalah suasanya yang adem dan hijau. Ditambah dengan kolam teratai serta banyaknya tanama, bunga, dan rerumputan. Gak nyesel deh setelah masuk kesini. Bangunan khas Bali dan pernak-perniknya juga menambah kesan Bali banget gitu deh.
Ada larangan bahwa dilarang mengambil foto lukisan di dalam galeri. Memang sengaja tidak boleh diabadikan demi ke orisinilan lukisan yang sudah dilukis oleh Antonio Blanco. Jangan coba-coba memotret colongan, karena setiap pengunjung yang datang akan diawasi oleh satu petugas hingga pulang.
Tenaaang...ada banyak area yang bisa dibuat foto atau selfie kok. Terutama area luar galeri dan area-area lainnya yang tidak terdapat lukisan.
Gerbang Pintu masuk Galeri Antonio Blanco |
Gapura Pintu masuk museum |
Batas foto cuman boleh sampai pintu masuk |
Lantai 3, difotoin bule |
Selain lukisan juga terdapat barang-barang kuno yang katanya sih dulunya pemilik Antonio Blanco dan dipajang di area museum.
Tiket masuk seharga Rp 30.000 tadi sudah termasuk welcome drink yang dapat kita tukar di akhir tour museum, di restaurant depan museum dekat parkir mobil. Jangan berekspektasi semewah apa welcome drinknya. Cuman sekedar air soda segelas gitu deh hahaha lumayan deh dapet tempat untuk duduk-duduk sebelum ngelanjutin ke tempat selanjutnya, sambil foto-foto lagi tentunya.
Bukit Campuhan
Lokasi : 15 menit berjalan kaki dari Museum Antonio Blanco, ikuti maps di Google
Tanpa tiket masuk
Disarankan Pagi atau Sore karena siang hari teriknya minta ampun, jika malam gelap karena tidak ada penerangan
Petunjuk Jalan |
View dari atas jembatan |
Bukit campuhan benar-benar sangat dekat dengan museum Antonio Blanco dimana hanya kurang lebih 15 menit jalan kaki. Tanpa harus bermacet-macetan dan mencari parkir.
Jalan untuk menuju Bukitpun harus melewati beberapa anak tangga naik dan turun kemudian melewati jembatan dengan sungai besar dan deras yang mengalir di bawahnya. Serta melewati beberapa pura dan persawahan. Seperti gambar di atas
Begitu sampai, kaget dong. Bukit yang aku kira bakalan sama view nya dengan Tegalalang, yang aku kira hamparan he-hijauan terpampang luas, ternyata hanya sebuah bukit dengan jalan setapak yang kalau difoto ya hanya sebuah bukit. Benar-benar bukit. Tidak ada apapun. Pohon juga tidak ada. Kebayang dong jam 2 Siang menyusuri jalanan di atas bukit, dan memakai sendal.
Langsung aja deh aku kasih foto-foto yang aku dapet dari beberapa teman serta saudara, yang aku sendiri boro-boro mikirin foto, buat bawa badan aja brasa pengen terjun aja ke jurang. Kaki nyut-nyutan pula. Belum makan siang pula.
Told you.... |
View dari atas bukit |
Warung Igelanca Ubud
Jalan Raya Ubud, Padangtegal Kaja, Ubud
(Sebrang Neka Art Gallery)
Open : 07.00 - 23.00(Sebrang Neka Art Gallery)
Sepulangya dari Bukit Campuhan, kita mencari pemadam kelaparan terdekat dari lokasi yaitu supermarket. Membeli beberapa soda dan roti untuk mengganjal perut yang udah ditahan dari pagi karena saking ribetnya mau berhenti untuk cari makan doang. Dan setelah itu kita memutuskan untuk mencari makan beneran atas rekomendasi ku yang berkali-kali ke Ubud.
Mereka bilang pengen makan yang pedes-pedes dan pengen banget juga nyobain ayam betutu. Dan ayam betutu yang ngenyangin, murah, enak ya cuman disini sih sejauh yang aku tahu hehehehehe. Karena kebetulan sesampainya kita di parkiran dekat starbucks hujan turun deras.
Ayam betutu terpisah |
Ayam Betutu |
Yang aku pesan adalah Paket Ayam Betutu sudah termasuk dengan teh hangat. Dengan pilihan nasi yaitu nasi putih atau nasi merah dalam porsi yang lumayan besar dan cukup ngenyangin.
Banyak kok menu lainnya yang familiar di lidah lokal seperti kita. Dengan harga yang terjangkau juga, standart cafe atau restaurant di Ubud. Tempatnya juga bersih walaupun dengan judul warung, tetapi tidak sekotor atau sejorok warung-warung pinggir jalan ya guys. Banyak juga kok bule yang makan disini, dan katanya juga enak.
Setelah kenyang dan bertenaga, kita menuju ke Pasar Seni Ubud, sekalian jalan pulang menuju parkiran mobil. Karena Bali di Bukan agustus lagi super rame-ramenya, kita gak bisa asal parkir pinggir jalan. Mau gak mau ya cari parkir di lapangan gitu. Dengan ongkos parkir 20ribu. Yakin deh habis itu tukang parkirnya Umroh.
Pasar Seni Ubud
Aku gak menjabarkan isi Pasar seni ubud seperti apa dan kalian bisa membacanya di ulasan yang pernah aku tulis tentang ubud.
Baca disini
******
HARI KETIGA, 09 Agustus 2017
( PULANG - Checkout Hotel, Mano Seaside Beachbar )
Bye Bali.... |
Berat kan.....sampe bangun aja susah |
Sebelum ke airport, kita sengaja mampir ke daerah Seminyak untuk nge-chill nge-chill asyique sambil menikmati sunset sebelum kembali kedunia nyata. Rencana awal ke Potato head beach club yang berujung cuman ngeliatin bule-bule naked yang berjemur macem tanpa beban. Dan kita yang cuma linglung nengok kanan-kiri macem wong ndeso masuk beach club karena kehabisan tempat. Dengan muka waitress nya yang memandang rendah ke kita karena dikira kita salah masuk tempat hahahaha.
Tanpa pikir panjang kita pindah dan mencari beach club lain, dan diputuskan untuk ke Mano beach. Kebetulan di sebelahnya juga ada beach club, yaitu Mano seaside beach club, yang lokasinya ada di sebrang cafe sea circus pertigaan. Cari aja deh by google maps.
Daaaan setibanya kita disana, sepi dooong.....
Langsung aja kita milih tempat duduk seenak udel dengan minimum purchase 500ribu untuk kita yang ber-6 orang ini.
Cukup unik cafenya dengan interior bohemian ala-ala plus dream catcher dimana-mana dan hampir mirip seperti La brisa atau La laguna. Bedanya disini lebih simple dan gak terlalu bohemian. Lebih ke scandinavian style gitulah interiornya. Pastinya bagi manusia gila upload sosial media atau kalo kata anak jaman sekarang sih instragammable banget.
Untuk segi makanan, seluruh Bali gak ada deh makanan yang gak enak apalagi kalo udah ngomongin cafe atau restaurant. Yang masak juga pasti chef-chef handal, jadi gak heran deh kalo soal rasa, tampilan, dan harga semuanya masuk di akal untuk kita yang biasa jajan cireng di abang-abang SD.
Awalnya sih nungguin sunset, tapi karena kita ngrasa udah gosong alias panasnya minta ampun, akhirnya melipir ke la laguna. Dan kaget dong karena buat masuk la laguna aja per orang harus bayar yang kalo gak salah hampir 200ribu (lupa tepatnya berapa).
Dan kita memutuskan untuk langsung ke Airport dan pulang.
Bye Bali......
*Bonus Foto
Potato Head Beachclub |
You can reach me by social media
IG : Ayunda Novi
Have a good day guys...
Love, Yunda
Comments
Post a Comment